Rabu, 29 Desember 2010

Sel Telur (Ovulasi)










Syndrom Steven Johnson

BAB I
MATERI

SYNDROM STEVEN JOHNSON

A.    PENGERTIAN
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll. Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, Dr. Stevens dan Dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.

B.      PATOFISIOLOGI
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat antibiotik (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan), obat antikejang (mis. fenitoin) dan obat antinyeri, termasuk yang dijual tanpa resep (mis. ibuprofen).
Terkait HIV, penyebab SSJ yang paling umum adalah nevirapine (hingga 1,5% penggunanya) dan kotrimoksazol (jarang). Reaksi ini dialami segera setelah mulai obat, biasanya dalam 2-3 minggu. Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.
Erythema multiforme sendiri adalah Suatu kondisi kulit yang tidak diketahui etiologi, mungkin dimediasi oleh pengendapan kompleks imun (kebanyakan IgM) di microvasculature superfisial kulit dan selaput lendir mulut yang biasanya mengikuti suatu infeksi atau obat yg di atas eksposur.
Untungnya Secara Epidemiologi SJS merupakan kondisi langka, dengan melaporkan insiden sekitar 2,6 per juta orang per tahun.

C.    GENETIKA
Beberapa orang Asia Timur mengkaji (Han Cina, Thailand), carbamazepine dan fenitoin ternyata memicu SJS adalah sangat terkait dengan HLA-B * 1502 (HLA-B75), sebuah HLA-B serotipe serotipe yang lebih luas HLA-B15.  Sebuah penelitian di Eropa menunjukkan bahwa gen penanda hanya relevan bagi orang-orang Asia Timur.  Berdasarkan temuan Asia, penelitian serupa dilakukan di Eropa yang menunjukkan 61% dari allopurinol-induced SJS / TEN pasien membawa HLA-B58 (B * 5.801 alel - fenotipe frekuensi di Eropa biasanya 3%).  Satu studi menyimpulkan "bahkan ketika alel HLA-B berperilaku sebagai faktor risiko yang kuat, seperti allopurinol, mereka tidak cukup dan tidak perlu menjelaskan penyakit."

D.     GEJALA KLINIK/Symptom
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu akan timbul lesi di :
  • Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
  • Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
  • Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
E.      DIAGNOSA
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus atipik.  

F.      DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama adalah Nekrosis Epidermal Toksik (NET) dimana manifestasi klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ. Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM).

G.    PERAWATAN
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah :
  • Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
  • Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
  • Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
  • Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
  • Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
  • Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
  • Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
  • Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

SJS merupakan dermatologi darurat. Semua obat harus dihentikan, terutama yang dikenal untuk menyebabkan reaksi SJS.  Pasien dengan didokumentasikan Mycoplasma infeksi bisa diobati dengan lisan macrolide atau lisan doxycycline.
Pada awalnya, pengobatan ini mirip dengan yang untuk pasien dengan luka bakar panas, dan hanya dapat mendukung (misalnya cairan infus dan nasogastric atau parenteral makan) dan gejala (misalnya analgesik mulut untuk bilasan mulut maag). Dermatologists dan ahli bedah cenderung tidak setuju tentang apakah kulit harus didebride.

Di balik pengobatan tersebut, tidak ada pengobatan untuk SJS yang diterima. Pengobatan dengan kortikosteroid adalah kontroversial. Awal studi retrospektif menunjukkan bahwa peningkatan rumah sakit kortikosteroid tetap dan tingkat komplikasi.

Agen-agen lain telah digunakan, termasuk cyclophosphamide dan siklosforin, tetapi tidak menemukan titik terang keberhasilan terapi. Infus imunoglobulin (IVIG) perawatan telah menunjukkan beberapa janji dalam mengurangi panjang dan meningkatkan reaksi gejala. Langkah-langkah umum lainnya yang mendukung termasuk penggunaan nyeri topikal anestesi dan antiseptik, memelihara lingkungan yang hangat, dan intravena analgesik. Sebuah dokter mata harus segera berkonsultasi, sebagai SJS sering menyebabkan pembentukan jaringan parut di dalam kelopak mata yang menyebabkan gangguan kornea vascularization dan visi, serta sejumlah masalah okular lain. Juga,  program terapi fisik harus dilakukan setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit.

H.     PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.


BAB II
KASUS

Penderita Sindrom Steven Jhonson Akhirnya Meninggal


KISARAN (Berita) : Bocah penderita tidak cocok mengkonsumsi obat (Sindrom Steven Jhonson) meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manan Simatupang (RSUD HAMS) Kisaran, Jumat (21/5) sekitar pukul 22.00. Pasien penderita sindrom, Muhammad Ridho, 11 bulan, putra pasangan Suradi Guna, 43, dan Mariati, 36, warga Lingkungan XII Kel. Perjuangan, Kec. Teluknibung, Kota Tanjungbalai telah menjalani perawatan selama lima hari di RSUD HAMS Kisaran, namun nyawanya tidak tertolong karena menderita komplikasi penyakit.
Kami telah mengobati korban sesuai dengan penanganan sindrom steven jhonson. Namun tidak tertolong karena kondisinya terlalu parah akibat menderita komplikasi penyakit,” ujar dokter Spesilis Anak RSUD HAMS Kisaran, dr. Alfian Nasution SpA, Sabtu (20/5). Menurut Alfian, penyakit pasien tersebut merupakan efek samping dari tidak kecocokan obat (drug eruption) dan bukan sebuah kesalahan perawatan (human eror). Untuk itu diperlukan pemahaman masyarakat dalam menggunakan obat. Bila menimbulkan efek samping segera hentikan dan hubungi dokter yang bersangkutan.
Bila kita tidak tidak cocok dengan sejenis obat segara beri tahu dokter agar obat itu tidak diberikan ketika sakit, disamping dokter sendiri harus bertanya kepada pasien tentang jenis obat apa yang tidak cocok dengan tubuhnya,” ujar Alfian. Sementara dr. Faisal, tenaga medis di Puskesmas Teluknibung, Kota Tanjungbalai yang menjadi tempat pasien berobat menyatakan, bocah tersebut menderita sindrom steven jhonson bukan berasal dari obat puskesmas.
Alasannya, pasien berobat di puskesmas pada 4 Mei 2010, sementara korban menderita penyakit sindrom itu pada 17 Mei. Jadi, ada rentang waktu yang lama. Sedangkan berdasarkan ilmu tentang sindrom steven johnson, penyakit tersebut berlangsung cepat. Jadi, sedikit sekali kemungkinan anak itu sakit karena obat yang diberikan puskesmas, tapi besar kemungkinan berasal dari obat lain yang diberikan dokter atau mantri tertentu yang diberikan kepada korban saat berobat.
Reaksi sindrom steven Johnson kepada penderita cukup cepat karena penyakit ini akan terasa ketika obat yang diberikan dikonsumsi,” ujar Faisal. Namun demikian, lanjutnya, pihaknya akan melakukan peningkatan pelayanan dan memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat agar penyakit sejenis tidak ditemui lagi.
Disini kami cukup repot karena kekurangan dokter spesialis dan berharap kepada RSUD Tanjungbalai dapat memenuhi kekurangan itu sehingga bila ada warga yang sakit tidak perlu di rawat ke luar daerah,” papar Faisal.

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN VARNEY


“Bayi Dengan Syndrom Steven Johnson”
I.        Pengumpulan Data

Hari dan tanggal pengkajian : Senin, 24 Mei 2010
Jam : 22.00 WIB
a.     Anamnesis
1.      Biodata
Nama                  : Muhammad Ridho
Umur                   : 11 bulan
Agama                : Islam
Suku/bangsa        : Jawa/Indonesia
Alamat               : Jl. Karya No. 45 Lingkungan XII Kel. Perjuangan, Kec. Teluknibung, Kota Tanjungbalai
2.       Keluhan Utama
Orangtua pasien memeriksakan anaknya karena kulit anak :
  • ruam
  • lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin
  • bengkak pada kelopak mata, atau mata merah
  • konjungtivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata)
·         demam terus-menerus atau gejala seperti flu

b.     Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Khusus
Inspeksi : - kulit pasien ruam, lepuh dalam mulut (susah menelan), kuping, hidung atau alat kelamin, bengkak pada kelopak mata, atau mata merah, konjungtivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata)

            Auskultasi : - nafas tidak beraturan disertai nyeri pada dada dan batuk

-  Pemeriksaan Penunjang
            TD       : 90/60 mmhg
            HR       : 120 x/menit
            RR       : 56 x/menit
            Temp   : 39°C (demam)

II.   Identifikasi Diagnosa, Masalah dan Kebutuhan

            DS : Syndrom Steven Johnson (drug eruption)
                    Data Dasar :
  • ruam
  • lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin
  • bengkak pada kelopak mata, atau mata merah
  • konjungtivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata)
  • demam terus-menerus atau gejala seperti flu

DO : Inspeksi             : - kulit pasien ruam, lepuh dalam mulut (susah menelan dan batuk), kuping, hidung atau alat kelamin, bengkak pada kelopak mata, atau mata merah, konjungtivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata)

Auskultasi        : - nafas tidak beraturan disertai nyeri pada dada dan batuk

III. Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial
     
      Kemungkinan Penyakit adalah Syndrom Steven Johnson (drug eruption/ tipe III reaksi kompleks imun yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya). Jika dibiarkan terus-menerus maka pasien akan mengalami Nekrosis Epidermal Toksik (NET) dimana manifestasi klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ.

IV. Identifikasi Kebutuhan Segera
     
1.       Lakukan tindakan Kolaborasi/Rujukan ke RS untuk dirawat inap
2.       Sampai di RS, lakukan tindakan pertolongan pertama :
ü      Berikan cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral melalui NGT.
ü      Berikan analgesik mulut untuk bilasan mulut maag
ü      Lakukan perawatan kulit seperti luka bakar

V. Rencana Tindakan Asuhan

1.      Beri cairan NaCl 0,9 % dengan 20x tetes/menit, serta kalori dan protein secara parenteral.
2.      Beri Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
3.      Beri Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
4.      Berikan Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
5.      Rawat Bula di kulit dengan kompres basah larutan Burowi.
6.      Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
7.      Beri kenalog in orabase di lesi mulut.
8.      Lakukan terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

VI. Pelaksanaan

1.      Memberikan cairan NaCl 0,9 % dengan 20x tetes/menit, serta kalori dan protein secara parenteral.
2.      Memberikan Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
3.      Memberikan Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
4.      Memberikan Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
5.      Merawat Bula di kulit dengan kompres basah larutan Burowi.
6.      Tidak menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
7.      Memberikan kenalog in orabase di lesi mulut.
8.      Melakukan terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

VII. Evaluasi

1.      Pasien mendapatkan pengobatan dan terapi dari RS
2.      Perawatan dilakukan di dalam unit rawat luka bakar (ICU), dan kewaspadaan dilakukan secara ketat untuk menghindari infeksi.
3.      Setelah dilakukan perawatan selama ± 2 bulan lesi pada kulit mengalami pembaikan, konjungtiva pada mata sudah mengalami perubahan pembaikan seperti normal kembali.

Sabtu, 25 Desember 2010

Justin Bieber-Somebody To Love

Infertilitas pada Wanita dan Pria

Pada Wanita

a. Pada wanita • Gangguan organ reproduksi 1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina 2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim 3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang 4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu • Gangguan ovulasi Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi. • Kegagalan implantasi Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus. • Endometriosis • Abrasi genetis • Faktor immunologis Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil. • Lingkungan Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan. 

Pada Pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu : • Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas • Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia • Abnormalitas ereksi • Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi • Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital • Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer • Abrasi genetik 

Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
1.  Mengobati infeksi di organ reproduksi.
2.  Menghindari rokok. Rokok mengandung zat-zat yang dapat meracuni pertumbuhan, jumlah dan kualitas sel kelamin.
3.  Menghindari Alkohol dan zat adiktif. Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan rendahnya kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu pertumbuhan sel kelamin.
4. Memberikan suplemen vitamin. 

PROMOSI KESEHATAN

Konsep dan prinsip promosi kesehatan

a. Pengertian promosi kesehatan
b. Tujuan promosi kesehatan
c. Sasaran promosi kesehatan
d. Prinsip Promosi kesehatan
e. Media promosi kesehatan

A. Pengertian
Promosi kesehatan adalah suatu upaya memberdayakan individu kelompok dan masyarakat untuk memelihara dan melindungi kesehatan melalui peningkatan pengetahuan keamana serta mengembangkan iklim yang mendukung yang dilakukan dari atau oleh untuk masyarakat sesuai dengan masyarakat sesuai dengan sosial budaya dari kondisi setempat (memberdayakan – menambah – mengembangkan ).


B. Tujuan
Promosi kesehatan adalah sebagai berikut
- Terwujudnya masyarakat baru yang berbudaya hidup bersih dan sehat menuju Indonesia 2010.
- Tersosialisasinya program-program kesehatan dan terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam bagian kesehatan.


C. Sasaran 
a. Primer 
Masyarakat dan permasalahan kesehatan keluarga dengan masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui. 
b. Skunder 
Tokoh masyarakat agama adat
c. Testier 
Pembuat keputusan penentu kebijakan baik pusat maupun daerah, keluarga, masyarakat, lembaga pemerintah lintah sektor, politisi swasta dan petugas pelaksanaan umum. 
d. Media 
- Visual 
- Audio 
- Audio visual dst 
Macam-macam gerakan promosi kesehatan 
- Gerakan karantina. 
- Gerakan pengetahuan-pengetahuan kebersihan.
- Gerakan kesehatan individu 
- Gerakan memperkenalkan konsep baru kesehatan masyarakat. 
Secara demografis 
- Jumlah penduduk banyak, mutu pendidikan kurang 
- 60 % penduduk dijawa. 
- Golongan usia muda yang masih konsutif 
- Perkembangan penduduk masih diatas 2 % 
Keadaan sosial ekonomi 
- Tingkat pendidikan beragama.
- Budaya beragama 
- Daya beli beragama 
- Tingkat pengangguran tinggi. 
Geografis 

TEORI PERILAKU

Perilaku adalah tindakan dalam mewujudkan keinginan praktik seseorang untuk mewujudkan keinginan didasari atas pengetahuan dan sikap yang ingin diwujudkan. Perubahan praktik singkat sangat dipengaruhi untuk kebiasaan, pengetahuan da sikap. (Soekanto, 1992). 
Menurut Green (1980) perilaku (behavior) 
Adalah suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. 
Menurut Solita (1993) 
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan. Sikap dan praktek / tindakan. 
Teori kognitif, menurut Broto Saputro 
Menganggap bahwa perilaku adalah pada hakikatnya didasari untuk nilai-nilai dan harapan (expectation) yang subjektif dari individu. 
Teori Health Belief Model 

UPAYA KESEHATAN 
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemeintah dan atau masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan kesehatan ini, baik kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat harus di upayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu, kelompok, masyarakat,lembaga pemerintahan, atau pun swadaya masyarakat (LSM). Upaya mewujudkan kesehatan tersebut, dapat dilihat dari dua aspek, yakni: pemeliharan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencukup dua aspek, yakni: kuratif(pengobatan penyakit) dan rehabilitaif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedang peningkatan kesehatan mencakup 2 aspek, yakni:preventif (pencegahan penyakit)dan promotif (peningkatan kesehatan itu sendiri). Kesehatan perlu di tingkatkan karena kesehatan itu perlu relatif dan mempunyai bentangan yang luas. Oleh sebab itu upaya kesehatan promotif ini mengandung makna bahwa kesehatan seseorang, kelompok, atau individu harus selalu diupayakan sampai tingkat yang optimal.
Upaya pemeliharan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk mnyelenggara pelayanan kesehatan, pada umumnya dibedakan menjadi tiga.
1. Sarana pemeliharan kesehatan primar (primary care ).
Sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit ringan. Sarana kesehatan primer ini adalah sarana yang paling dekatpada masyarakat, artinya pelayanan kesehatan paling pertama yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya: puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta, dan sebagainya.
2. Sarana pemeliharan kesehatan tingkat dua (secondary care)
sarana atau pelyanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit dari sarana pelanyan kesehatan primer. Artinya sarana pelayanan kesehatan ini menangani kasus-kasus yang tidak atau belum bisa ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau keahliannya belum ada. Misalnya puskesmas dengan rawat inap (puskesmas pusat), rumah sakit kabubaten, rumah sakit tipe D dan C, dan rumah nersalin. 
3. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tinggi (tertiary care)
Sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh sarana-sarana pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya rumah sakit provinsi, rumah sakit tipe B atau A. 
Sarana pelayanan kesehatan primer disamping melakukan pelayanan kuratif, tetapi juga melakukan pelayanan rehabilitatif, preventif, dan promotif. Oleh sebab itu puskesmas kususnya, dikatakan melakukan pelayanan kesehatan yang komprehensif (prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif). Berdasarkan 4 dimensi kesehatan diatas yakni : fisik, mental, sosial dan ekonomi, maka pelayanan kesehatan tersebut harus juga melakukan pelayanan kesehatan fisik, mental, sosial dan bahkan ekonomi. Dalam realita sosial memang ke empat aspek tersebut sulit dipisahkan, oleh sebab itu pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat holistik artinya mencakup keempat jenis pelayanan tersebut. 

KESEHATAN MASYARAKAT 
Secara umum kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yakni kesehatan individu dan kesehatan agregat (kumpulan individu) atau kesehatan masyarakat. Ilmu yang mempelajari masalah kesehatan individu ini adalah ilmu kedokteran (medicine) sedangkan ilmu yang mempelajari masalah kesehatan agregat adalah ilmu kesehatan masyarakat (public health). Perbedaan antara kedua disiplin ilmu kesehatan ini antara lain sebagai berikut. 
1. Objek atau sasaran ilmu kedokteran adalah individu, sedangkan obyek ilmu kesehatan masyarakat adalah masyarakat. Dengan perkataan lain pasien kedokteran adalah individu, sedangkan pasien kesehatan masyarakat adalah masyarakat. 
2. Kedokteran lebih memfokuskan pelayanan pada kuratif dan rehabilitatif sedangkan kesehatan masyarakat lebih memfokuskan pelayanan pada aspek preventif dan promotif. 
3. Keberhasilan kedokteran apabila individu sembuh dari penyakit dan pulih kesehatannya. Sedangkan keberhasilan kesehatan masyarakat adalah apabila kesejahteraan masyarakat meningkat. 
4. Indikator kesehatan individu/kedokteran adalah bebas dari penyakit/tidak sakit, tidak cacat, dan produktif, sedangkan indikator kesehatan masyarakat antara lain : angka kematian bayi, angka kematian karena melahirkan, mortalitas (angka kematian penduduk), morbiditas (angka kesakitan penduduk). Dari pengalaman-pengalaman praktek kesehatan masyarakat yang telah berjalan sampai abad ke-20, Winslow (1920) seseorang ahli kesehatan masyarakat, membuat batasan yang sampai sekarang masih relevan, yakni : kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk : 
1. Perbaikan sanitasi lingkungan 
2. Pembersihan penyakit-penyakit menular
3. Pendidikan untuk membersihkan perorangan (personal Hygiene)
4. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan. 
5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya. 
Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai dua aspek teoritis (ilmu atau akademi) dan praktisi (aplikasi). Kedua aspek ini masing-masing mempunyai peran dalam kesehatan masyarakat. Secara teoritis, kesehatan masyarakat perlu didasari dan didukung dengan hasil penelitian. Artinya dalam penyelenggaraan kesehatan masyarakat (aplikasi) harus didasari dengan temuan (evident based) dengan hasil kajian ilmiah (penelitian). Sebaiknya, kesehatan masyarakat juga harus terapan (applied), artinya hasil studi artinya kesehatan masyarakat harus mempunyai manfaat bagi pengembangan program kesehatan. 
Dilihat dari ruang lingkup atau bidang garapannya, kesehatan masyarakat tersebut mencakup : kesehatan / sanitasi lingkungan pemberantasan penyakit menular yang tidak terlepas dari epidemiologi, pendidikan kesehatan, manajemen pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan dimasyarakat, maka kesehatan masyarakat sampai dewasa ini mencakup epidemiologi dan biostatik, sebagai “toll” analisis masalah-masalah kesehatan masyarakat. Kemudian komponen yang lain antara lain : kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, gizi masyarakat, administrasi kesehatan masyarakat, pendidikan kesehatan, dan sebagainya. 

PERAN PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KESEHATAN MASYARAKAT 
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (diluar diri manusia). Faktor internal ini terdiri dari faktor fisik dan pisikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor antara lain, sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi 4 (Blum, 1975). Berdasarkan urutan besarnya (pengaruh) terhadap kesehatan tersebut adalah sebagai berikut : 
1. Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. 
2. Perilaku.
3. Pelayanan kesehatan
4. hereditas (keturunan)
pemeliharaan dan peningkatan kesehatam masyarakat hendaknya juga di alamatkan kepada 4 faktor tersebut. Dengan kata lain interfensi atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni interfensi terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas. 
Intervensi terhadap faktor lingkungan fisik adalah dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, polotik, dan ekonomi dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial skonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan, dan sebagainya. Intervensi terhadap faktor pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan dan atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan intervensi terhadap faktor hereditas antara lain. Dengan perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu hamil. Dengan gizi yang baik ibu hamil akan menghasilkan anak yang sehat dan cerdas. Sebaiknya ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak dengan berat badan yang kurang, sakit-sakitan, dan bodoh. Disamping itu pendidikan kesehatan bagi kelompok yang mempunyai faktor risiko menurunkan penyakit tertentu. 
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Namun demikian, ketiga faktor yang lain (lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas ). Juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan. Secara terinci dapat dijelaskan sebagai berikut : 
1. Peran Pendidikan Kesehatan dalam faktor Lingkungan 
Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang dibangun oleh instansi, baik pemerintah, swasta, maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Banyak pula proyek pengadaan sarana sanitasi lingkungan dibangun untuk masyarakat misalnya : jamban keluarga, jamban umum, MCK (saran, mandi, cuci, kakus), tempat sampah dan sebagainya. Namun karena perilaku masyarakat, sarana atau fasilitas sanitasi tersebut, kurang atau tidak dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya. Agar sarana sanitasi lingkungan tersebut dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya. Agar sarana sanitasi lingkungan tersebut dimanfaatkan dan dipeliahara secara optimal, maka diperlukan pendidikan kesehatan bagi masyarakat. Demikian pula dengan lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial banyak warga masyarakat yang menderita stress dan gangguan jiwa. Oleh karena itu baik dalam memperbaiki masalah sosial, maupun menangani akibat masalah sosial (stres dan gangguan jiwa) diperlukan pendidikan kesehatan. 
2. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Perilaku 
Pendidikan eksehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan bila sakit dan sebagainya. Kesadaran masyarakat diatas disebut tingkat kesadaran /pengetahuan masyarakat tentang kesehatan atau disebut “melek kesehatan” (healt literacy) 
Lebih dari itu, pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya mencapai “melek kesehatan” pada masyarakat saja, namun yang lebih pentng adalah mencapai perilaku kesehatan (healthy behaviour). Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (Knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus dikerjakan /dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (practice). Hal ini bahwa tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat, atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat (healthy life style). 
3. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan (puskesmas). Sampai saat ini tidak kurang dari 7.000 puskesmas telah tersebar di seluruh Indonesia. Namun pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal atau masih rendah. Data terakhir menunjukkan baru sekitar 35% masyarakat menggunakan puskesmas. 
4. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Hereditas 
Orang tua, khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan bagi anak-anak mereka. Orang tua yang sehat dan gizinya baik akan mewariskan kesehatan yang baik pula kepada anaknya. Sebaliknya kesehatan orang tua, khususnya kesehatan ibu yang rendah dan kurang gizi, akan mewariskan kesehatan yang rendah pula bagi anaknya. Rendahnya kesehatan orang tua, terutama ibu, bukan karena sosial ekonominya rendah, tetapi sering juga disebabkan karena orang tua atau ibu tidak engetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya atau tidak tahu makanan yang bergisi yang harus dimakan. Oleh karena itu pendidikan kesehatan diperlukan pada kelompok ini, agar masyarakat atau orang tua menyadari dan melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik pada keturunan mereka. 
Disamping itu banyak penyakit yang dapat diturunkan kepada anak oleh orang tuanya baik ayah maupun ibu. Bagi kelompok masyarakat yang beresiko menderita penyakit keturunan ini (misal, asma, rematik, jantung koronerdsb.) harus diberikan pengertian sehubungan dengan penyakit-penyakit tersebut agar lebih berhati-hati dan mengurangi akibat serius penyakit tersebut. 
Apabila kita cermati peran kesehatan dalam empat faktor yang mempengaruhi kesehatan di atas, maka sebenarnya masing-masing faktor tersebut terkait dengan perilaku manusia, yakni : perilaku masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, perilaku masyarakat dan petugas kesehatan dalam menyikapi dan mengelola fasilitas atau kesehatan dalam menyikapi dan mengeloa fasilitas atau pelayanan kesehatan, kesadaran dan praktek hidup sehat dalam mewariskan status kesehatan bagi anak atau keturunannya. Untuk mengondisikan faktor-faktor tersebut diperlukan pendidikan kesehatan. Itulah sebabnya maka pendidikan kesehatan tidak lepas dari perilaku, pendidikan kesehatan selalu terikat dengan perilaku.